Mengenai Saya

Prop.Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
DPC PERADI BANTUL yang membawahi wilayah Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo. SUSUNAN PENGURUS Ketua Umum : M. Syafei,Ms.SH. Ketua I : Ibnu Agus Trianta, SH. Ketua II : HM. Bimas Ariyanta, SE, SH. CN. Ketua III : H. Syahwan Effendi, SH.CN Sekret.Um : Muslih H. Rahman, SH. Sekret. I : Rudi, SH. Sekret.II : Sudarko, SH. Sekret.III : Abdullah, SH. Bendhr. Um : Syaepul Basry, SH.M.KN Bendhr I : Fajar Mulia, SH. Bnedhr II : Wahyu Widayati, SH. Bendhr III : Harimurti Agung P, SH. BIDANG ORG.& ADMINISTRASI Ketua : AntonSudibyo, SH. BID. HUMAS & PENGABDIAN MASYARAKAT ketua : Suharno, SH. BID. BANTUAN HUKUM & HAM Ketua : Joko Pitono, SH BID. PENDIDIKAN & PENGEMBANGAN PROFESI ADVOKAT Ketua : H.Heiny Astiyanto, SH DEWAN PENASEHAT Ketua : Tutung Tubagus Suwagiyo, SH. Wakil /Angg: Zamah Sari, SH. Wakil /Angg: Yoyok Herman Sulistiyo, SH DEWAN KEHORMATAN Ketua : Suprihono, SH. Wakil /Angg: Machsum Tabrani AZ, SH, M.Hum. Wakil /Angg: B. Wahyuwidayat, SH. email : peradibtl@gmail.com Sekretariat : Jl. Perintis Kemerdekaan No.73 Jogjakarta

Minggu, 03 Mei 2009

Fauzi Yusuf Hasibuan: Perlu Integrasi Kurikulum Pendidikan Advokat
[15/4/09]

Untuk pertama kalinya, Lokakarya Pendidikan Profesi Advokat diselenggarakan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Jakarta pada 28 Maret lalu.

Ketua Umum Peradi Otto Hasibuan mengatakan ada 61 fakultas hukum yang diundang dalam lokakarya tersebut, ditambah pengelola lembaga pendidikan khusus profesi advokat. Perhelatan sehari penuh itu penting artinya bagi pengembangan dunia advokat di kemudian hari. Tiga komisi yang dibentuk membahas jenis dan jenjang pendidikan advokat, kurikulum pendidikan yang ideal, serta metode dan teknik pembelajaran pendidikan profesi.

Sebagai studi komparasi, lokakarya turut menghadirkan dokter Fahmi Idris, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) 2006-2009. Profesi dokter termasuk profesi tertua yang kurikulum pendidikannya sudah berjalan bertahun-tahun. Inilah antara lain yang hendak ditiru organisasi advokat dalam rangka meningkatkan kualitas advokat.

Peningkatan kualitas advokat berkaitan erat dengan pendidikan khusus yang mereka terima. Karena itu, kurikulum pendidikan yang terintegrasi menjadi jawaban sementara yang hendak diterapkan Peradi. Integrasi kurikulum menjadi jembatan atau faktor pengharmonisasi UU Advokat dan UU Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 2 ayat (1) UU Advokat menggariskan bahwa seseorang baru bisa diangkat jadi advokat setelah ia mengikuti pendidikan khusus profesi. Setelah menjadi advokat, demikian pasal 3 ayat (2), seserorang bisa mengkhususkan diri pada bidang advokasi tertentu.

Pengurus Peradi yang berada di belakang kebijakan pendidikan profesi khusus advokat adalah Fauzi Yusuf Hasibuan. Itu sebabnya ia menjadi ‘seksi sibuk’ pada penyelenggaraan lokakarya tempo hari. Sehari-hari pria kelahiran 3 Mei 1954 ini menduduki kursi Ketua Komisi Pendidikan Khusus Profesi Advokat Indonesia (KP2AI) di Peradi. Kini, di tangan Fauzi masa depan pendidikan khusus profesi advokat diletakkan.

Untuk mengetahui sedikit gambaran tentang perkembangan pendidikan advokat, termasuk mengenai gagasan magister advokat, hukumonline mewawancarai mahasiswa doktor ilmu hukum di salah satu perguruan tinggi di Jakarta ini. Wawancara dilakukan pada Sabtu, 11 April lalu, tiga hari sebelum Fauzi berangkat menunaikan ibadah umroh. Berikut intisarinya:

Apa dasar pemikiran munculnya keinginan membuka program Magister Advokat?

Sebenarnya bukan semata-mata Magister Advokat. Sebagai organisasi advokat menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2003, Peradi terus melaksanakan dan mengembangkan pendidikan profesi. Sejak 2005 hingga 2008 Peradi melaksanakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat melalui kurikulum transisional. Setelah berjalan sekian tahun kita lakukan evaluasi dengan jalan mengharmonisasi Undang-Undang Advokat dan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dari evaluasi itu kita lantas berpikir tentang perlunya integrasi kurikulum pendidikan profesi advokat dengan kurikulum pendidikan nasional. Jadi, nanti ada kurikulum terintegrasi. Dari kurikulum terintegrasi itu muncullah tiga alternatif, yaitu program vokasi, program profesi, dan magister. Yang dimungkinkan saat ini adalah pendidikan khusus profesi dan magister. Magister itu akan diselenggarakan oleh perguruan tinggi sesuai dengan UU Sistem Pendidikan Nasional.

Apakah akan sama dengan magister kenotariatan?

Pendidikan profesi advokat setara dengan pendidikan profesi lain seperti profesi notaris dan profesi dokter. Pada prinsipnya sama. Pola pendidikannya nanti bisa sama. Malah, untuk magister advokat, kuliah dinilai sudah termasuk magang.

Apakah akan menghapuskan PKPA?

Itu bersifat alternatif. Sampai sejauh ini program PKPA akan berjalan terus sambil dilakukan perbaikan-perbaikan. Masalahnya adalah bagaimana jenis pendidikan yang bisa menghasilkan peserta didik menjadi advokat.

Perbaikan macam apa yang hendak dilakukan terhadap PKPA?

Ada banyak hal yang perlu disempurnakan. Dalam Lokakarya di Universitas Tarumanegara banyak muncul usulan perbaikan. Misalnya ada gagasan agar peserta PKPA dipisahkan berdasarkan pengalaman. Mereka yang sudah berpengalaman atau sudah bekerja di kantor advokat akan dipisah dari mereka yang baru lulus atau freshgraduate. Perbaikan-perbaikan terus dilakukan sambil menunggu integrasi kurikulum akademisi dan kurikulum profesi. PKPA merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan kompetensi tertentu.

Bagaimana menjamin agar kualitas lulusan PKPA dan Magister Advokat seragam?

Peradi tetap concern terhadap kualitas lulusan advokat. PKPA dan ujian yang kita selenggarakan selama ini juga tetap mempertahankan tujuan menghasilkan advokat yang berkualitas sebagai officium nobile. Bahwa seseorang lebih memilih PKPA dibanding magister advokat, itu lebih pada pilihan. Dua-duanya tetap dijaga kualitasnya. Menjaga kualitas tentu saja bukan hanya datang dari penyelenggara pendidikan, tetapi dari peserta didik. Masing-masing faktor berkontribusi.

Apakah integrasi kurikulum akan menjamin keseragaman kualitas calon advokat?

Dalam kurikulum itu diajarkan berbagai macam pengetahuan. Duduk di bangku kuliah tentu banyak teori ketimbang praktik. Bagaimanapun, dua-duanya harus berorientasi pada kebutuhan praktis menjalankan profesi advokat, nggak bisa semata-mata teori. Pendidikan magister memang lebih lama, materi yang diajarkan pun lebih banyak. Makanya, muncul usulan agar penyelenggaraan PKPA juga lebih lama waktunya, kurikulumnya lebih banyak, dan pemagangannya teratur. Begitu lulus, peserta mendapat brevet profesi. Kalau magister, cukup ikut kurikulum pendidikan, nanti tidak perlu ujian advokat lagi. Tapi ini masih gagasan.

Bagaimana model kurikulum magister?

Model sistem kredit semester. Peserta ikut kuliah, tetapi lebih menekankan pada kebutuhan riil profesi advokat.

Kapan rencananya diterapkan?

Kita sih ingin secepatnya terealisir. Sampai saat ini kurikulumnya belum ada. Baru berupa pilihan-pilihan konsep. Yang jelas akan terus dikembangkan. Peradi ingin agar diintegrasikan dengan kurikulum nasional profesi. Peradi masih akan melakukan pertemuan beberapa kali lagi dengan kalangan perguruan tinggi hukum, advokat-advokat, dan pemangku kepentingan.

Apa sasaran utama integrasi kurikulum pendidikan advokat?

Itu kan perintah UU Advokat. Sasarannya tiada lain kecuali untuk peningkatan kualitas advokat. Nanti, setelah menjadi advokat, seorang advokat bisa mengkhususkan diri pada bidang-bidang tertentu dalam praktik. Misalnya mengkhususkan diri pada advokat bidang pasar modal atau perpajakan. Yang kita telusuri sekarang adalah regulasi di beberapa departemen atau institusi terkait tugas-tugas advokat yang beragam. Ini perlu diintegrasikan. Sehingga nanti, ujian PKPA itu tidak seperti sekarang, semua materi hukum ditanyakan. Nanti, cukup kode etik saja yang diujikan karena kurikulumnya sudah terintegrasi secara akademis.

Apakah sudah ada penjajakan kerjasama dengan Depdiknas?

Kerjasama yang kita lakukan baru dengan perguruan tinggi, khususnya fakultas-fakultas hukum. Kita terus menjajaki, termasuk dengan Depdiknas. Kita akan berusaha membicarakan integrasi kurikulum ini dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Kita sudah membuka wacana. Tinggal menyelenggarakan dialog dengan pemegang otoritas di bidang sistem pendidikan nasional.


Sumber: hukumonline.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar